Sesunnguhnya Allah Tidak Melihat Kapada Rupa Kalian Akan Tetapi Melihat Hati Kalian

ALLAH TIDAK MELIHAT KEPADA RUPA KALIAN AKAN TETATP ALLAH MELIHAT KEPADA HATI KALIAN


Inilah Maksud Hadits “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada jasad/bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..” : Apabila hanya hati yang diutamakan maka tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, shaum, zakat, haji,dll.
Banyak syubhat dilontarkan kepada kaum muslimin yang ingin mengamalkan syariah agama ini dengan benar sesuai tuntunan Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallaahu ‘alaihi Wasallam. Ketika kita memakai pakaian ghamis/jubah, berjenggot, memotong pakaian diatas mata kaki atau muslimah yang ingin mengenakan jilbab yang syar’i dan bercadar sertamerta muncullah banyak komentar dan nada miring yang seolah-olah memandang sebelah mata terhadap sunnah-sunnah tersebut.
Salahsatu Syubhat yang ‘ngetrend’ dan biasa kita dengar yaitu :
Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih…..,
masih suka ‘ngerumpi’ berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab!
Yang utama itu jilbab hati bukan jilbab dhohir, dll…..
lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya.
Syubhat lainnya lagi yaitu ”Liat tuh kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Kaprikornus yang wajib yaitu hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!. Benarkah demikian ya ukhti,, ??
Ketahuilah saudaraku, siapapun yang berfikiran dan beropini demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini.  Jika agama hanya berlandaskan pada nalar dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah disekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah anda sepakat untuk menyampaikan mereka yaitu muslim lantaran hati mereka sangat baik ? 
Tentu nalar anda akan menyampaikan “tentu tidak! lantaran mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menawarkan mereka bukan orang islam. Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang menurut perbuatan yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.. Ketahuilah, Semua yaitu seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan pasti akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar zakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam bederma (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka yaitu sebaik-baik insan diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka yaitu orang yang sangat ulet bederma tengoklah satu cerita indah diantara kisah-kisah indah lainnya.
Berikut ini yaitu Tulisan As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany Rahimahullah mengenai hadits “hati” tersebut :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda (yang artinya)  Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)” (Hadits Riwayat Muslim).
Berkata Syaikh Al Albany rahimahullah sebagaimana dalam ta’liqnya atas Riyadhus Shalihin hadits no 8 ” Imam Muslim dan yang lainnya menambahkan dalam riwayatnya “Wa a’malikum” (dan amalan-amalan kalian) sebagaimana dikeluarkan dalam “Ghayatul Marom fi takhrijil Halal wal Haram (410)”Tambahan ini penting sekali lantaran kebanyakan insan memahami hadits dengan faham yang salah, kalau seandainya engkau perintahkan seseorang dengan sesuatu yang telah diperintahkan syara’ yang penuh hikmah menyerupai memanjangkan jenggot dan meninggalkan tasyabuh (penyerupaan) terhadap orang kafir serta yang semisalnya dari beban-beban syariah, maka mereka menjawab bahwa yang menjadi pegangan yaitu apa yang ada di hati, mereka beralasan dengan hadits ini tanpa mengetahui pelengkap hadits shahih yang mengambarkan bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala juga melihat kepada amalan-amalan mereka, apabila amalan-amalan itu shalihah maka diterimalah dan apabila tidak maka tertolaklah atas mereka, sebagaimana telah ditunjukan dalam banyak nas-nas qur’an dan sunnah menyerupai sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam (yang artinya) “Barangsiapa menciptakan perkara gres dalam urusan kami sesuatu yang bukan perintah agama maka itu tertolak” (Hadits 173)
Secara hakikat bahwa mustahil akan tergambar baiknya hati kecuali dengan baiknya amalan-amalan dan tidak ada kebaikan bagi suatu amalan kecuali dengan baiknya hati dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menjelaskan yang demikian dengan seindah-indahnya klarifikasi dalam hadits Nu’man bin Basyir (yang artinya)….
“ Ingatlah bahwa bahwasanya dalam jasad itu ada segumpal daging apabila baik gumpalan tersebut maka sepakat jasad tersebut dan sebalikya apabila rusak maka rusaklah jasad tersebut ingatlah bahwa itu yaitu hati”

dan hadits yang lain (yang artinya),“luruskanlah diantara shaf-shaf kalian atau allah akan jadikan perselisihan diatara hati-hati kalian”.
Dan juga sabda Beliau (yang artinya), “Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan”
Dan keindahan ini yaitu keindahan secara jasad berbeda dengan persangakan kebanyakan dari insan (lihat hadits 617)Dan kalau engkau tahu hal ini maka siapakah yang lebih keji kesalahannya yang sanggup engkau lihat dalam kitab (Riyadus shalaihin) pada kebanyakan naskah baik berupa goresan pena tangan atau yang dicetak yang saya pernah lihat atasnya. Adapun tamhahan hadits yang disebutkan telah diketahui penulis (Imam Nawawi) rahimahullah dalam hadits no 1578 akan tetapi tintanya atau tinta penulisnya telah terjadi kesalahan yang pada kesudahannya diletakkan di daerah yang sanggup merusak makna yaitu
Dan terus berlanjut hal ini pada setiap pencetak atau pentashih serta kalangan mualliq tanpa terkecuali juga kepada pentashih cetakab Ak Mubariyyah dan yang lainnya, bahkan terus berlanjut perkara ini atas penyarah kitab Ibnu Allan sendiri dalam klarifikasi hadits (406/4) ” artinya Allah Ta’ala tidak mengkaitakan pahala kepada besarnya jasad, baiknya rupa serta banyaknya amal”.
Penyelasan ini tidak ragu lagi akan kebathilannya lantaran disamping bertentangan dengan hadits dalam nashnya yang sahih juga bertentangan dengan nash-nash yang banyak dari al kitab dan as sunnah yang mengambarkan perbedaan derajat para hamba di dalam nirwana yang disebabkan banyak atau sedikitnya amal saleh yang dikerjakan hamba tersebut. Diantaranya firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan bagi semuanya ada derajat-derajat (di surga) dengan lantaran apa yang mereka amalkan” (Al An’am : 132)
Juga Firman-Nya dalam hadits qudsi “Wahai hamba-hamba-Ku itu yaitu amalan-amalan kalian yang Aku telah hitung bagi kalian dan Aku beri tanggapan atasnya maka barangsiapa mendapat kebaikan maka hendaklah ia memuji Allah” (al Hadits 113)” Maka bagaimana sanggup difahami Allah tidak melihat kepada amal-amal sebagaimana jasad-jasad dan rupa padahal amalan yaitu pokok bagi masuknya ke dalam sorga sehabis kepercayaan sebagaimana firman-Nya “masuklah kalian ke nirwana dengan lantaran apa yang kalian amalkan“ (An Nahl : 32).
Maka perhatikanlah betapa banyak orang yang taklid sehingga menghalanginya dari kebenaran dan menjerumuskan beliau ke lembah lantaran kesalahan yang jauh dan tidaklah yang demikian itu terjadi kecuali lantaran berpalingnya mereka dari mempelajari sunnah pada induk-induk kitab yang dijadikan pegangan.dan sahihah.
Wallahul Musta’an

0 Response to "Sesunnguhnya Allah Tidak Melihat Kapada Rupa Kalian Akan Tetapi Melihat Hati Kalian"

Post a Comment