Mengqadha Shalat



MASALAH MENGQADHA SHALAT
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh
#Oleh: Abu Samah Al-Hafidz

           Diantara amalan yang tingkat kewajibannya sangat berpengaruh yaitu shalat. Karena itu, shalat hukumnya wajib dikerjakan oleh semua orang yang telah baligh, selagi dia masih berakal. Namun sayang, perhatian kaum muslimin terhadap shalatnya, tidak sekuat tingkat kewajibannya. Ada diantara mereka yang meninggalkan sama sekali, ada yang bolong-bolong, ada yang suka telat, hingga ada yang sengaja telat. Jika sudah telat, dia mulai resah, bagaimana cara mengqadha’nya.
Ada beberapa catatan penting terkait dengan qadha shalat:
Pertama, shalat yaitu kewajiban yang dibatasi waktunya
Allah berfirman,
 “Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103).
             Ada batas awal dan ada batas final untuk shalat wajib. Orang yang mengerjakan shalat setelah batas final statusnya batal, sebagaimana orang yang mengerjakan shalat sebelum masuk waktu, juga batal. Dengan demikian, aturan asal shalat, harus dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan. Dan dilarang keluar dari aturan asal ini, kecuali lantaran ada alasannya yang diizinkan oleh syariat, menyerupai alasan bolehnya menjamak shalat.
Kedua, pelaksanaan shalat wajib ada 4 bentuk: ada’, qadha, I’adah, dan dijamak.
1.      Ada’ [arab: أداء] : melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan. Inilah cara mengerjakan shalat dalam kondisi normal, sebagaimana jadwal shalat yang telah dimaklumi bersama.
2.      Qadha [arab: قضاء] : melaksanakan shalat setelah batas waktu yang ditetapkan. Ini hanya boleh dikerjakan dalam kondisi tertentu.
3.      I’adah [arab: إعادةُ] : Mengulangi shalat wajib, lantaran shalat sebelumnya dinilai batal dengan alasannya tertentu, namun masih dalam rentang waktu shalat. Misal, orang shalat dzuhur tanpa bersuci lantaran lupa, lalu dia mengulangi shalat tersebut sebelum waktu dzuhur selesai.
4.      Jamak : melaksanakan shalat yang digabungkan dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya. Jamak hanya boleh dilakukan dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Ketiga, orang yang telat dalam mengerjakan shalat ada 2:
a. Telat mengerjakan shalat di luar kesengajaan.
             Seperti ketiduran, atau kelupaan, lalu gres sadar setelah waktu shalat selesai. Dalam kondisi ini, dia diwajibkan untuk segera melaksanakan shalat setelah sadar. Dalil ketentuan ini yaitu hadis dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 “Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya yaitu dia segera shalat saat ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
             Disebutkan dalam hadis yang lain bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melaksanakan suatu perjalanan bersama para shahabat. Di malam harinya, mereka singgah di sebuah kawasan untuk beristirahat. Namun mereka kesiangan dan yang pertama bangkit yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantaran sinar matahari.
            Kemudian, dia berwudhu dan dia memerintahkan biar azan dikumandangkan. Lalu, dia melaksanakan shalat qabliyah subuh, lalu dia perintahkan biar seseorang beriqamah, dan dia melaksanakan shalat subuh berjemaah. Para sahabatpun saling berbisik, ‘Apa penebus untuk kesalahan yang kita lakukan lantaran telat shalat?’ Mendengar komentar mereka, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut menyia-nyiakan shalat yaitu mereka yang menunda shalat, hingga masuk waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingg telat shalat maka hendaknya dia laksanakan saat bangun…” (HR. Muslim)
           Namun perlu diingat, makna hadis ini tidak berlaku untuk orang yang sengaja tidur saat tiba waktu shalat, dan tidak bangkit hingga waktu shalat selesai. Kemudian dia beralasan ketiduran, padahal tidak ada perjuangan darinya untuk bangkit saat waktu shalat.
b. Telat mengerjakan shalat dengan kesengajaan
           Orang yang sengaja menunda shalat, hingga keluar waktu shalat, telah melanggar dosa yang sangat besar. Sampai sebagian ulama memvonis perbuatan semacam ini sebagai tindakan kekafiran. Ini menyampaikan bahwa sengaja menunda waktu shalat hingga keluar waktu, statusnya dosa yang sangat besar. Dan dia wajib untuk sungguh-sungguh bertaubat.
Apakah orang ini wajib qadha?
           Ulama berbeda pendapat dalam duduk perkara ini. Mayoritas ulama berpendapat, dia tetap wajib mengqadha shalatnya dan dia berdosa lantaran perbuatannya, selama belum sungguh-sungguh bertaubat. Sementara pendapat yang dikuatkan syaikhul islam, qadha shalat yang dia kerjakan tidak sah, lantaran berarti dia melaksanakan shalat di luar waktu tanpa udzur (alasan) yang dibolehkan. Syaikhul Islam mengatakan,
 “Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak disyariatkan meng-qadhanya. Dan kalau dilakukan, shalat qadhanya tidak sah. Namun yang dia lakukan yaitu memperbanyak shalat sunah. Ini meruapakan pendapat sebagian ulama masa silam.” (Al-ikhtiyarot, hlm. 34).
Keempat, bolehkah melaksanakan qadha shalat di waktu terlarang
             Ada beberapa waktu yang terlarang untuk shalat, diantaranya: saat matahari terbit, atau matahari tenggelam. Ketika ada orang yang ketiduran shalat subuh dan gres bangkit saat matahari terbit, atau ketiduran shalat asar, dan gres bangkit saat matahari terbenam, bolehkah dia mengqadha?
Dalam pemikiran islam dinyatakan,
           Jika seorang muslim mempunyai udzur, menyerupai ketiduran atau kelupaan, sehingga tidak memungkinkan untuk melaksanakan shalat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengqadha shalat saat sudah sadar, meskipun di waktu yang terlarang. Ini merupakan pendapat dominan ulama. Simak Al-Mughni (2/515). (Fatawa Islam, no. 20013)
Kelima, baru teringat setelah melewati beberapa shalat
            Orang yang lupa shalat, dan gres teringat setelah melewati beberapa shalat maka dia wajib mengqadha shalat tersebut dan beberapa shalat yang dilewati. Misalnya, orang lupa shalat dzuhur dan gres ingat setelah maghrib. Dia wajib mengqadha shalat dzuhur, asar, lalu maghrib. Demikian yang difatwakan oleh Imam Malik.
Keenam, Shalat tanpa bersuci lantaran lupa
             Shalat tanpa bersuci, baik dengan wudhu maupun tayammum, hukumnya batal. Kecuali kalau dia tidak bisa melaksanakan keduanya. Namun kalau ada orang yang shalat tanpa berwudhu lantaran lupa, padahal normalnya dia bisa berwudhu, maka status shalatnya batal dan wajib diulangi, saat ingat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 “Allah tidak mendapatkan shalat kalian saat dalam kondisi hadats, hingga dia berwudhu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
            Karena statusnya batal, shalat yang dikerjakan tanpa berwudhu, tidak dinilai sebagai shalat. Dan kalau dia gres ingat setelah keluar waktu shalat maka wajib diqadha.
Dalam Fatwa Sayabakah Islamiyah dinyatakan,
 “Orang yang shalat tanpa wudhu lantaran lupa, lalu dia gres teringat, meskipun sudah keluar waktu shalat, dia harus berwudhu dan mengulangi shalatnya. Dia tidak berdosa, selama itu dilakukan lantaran lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku lantaran keliru, lupa, atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang lainnya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 27116). Wallahu’alam.
“Semoga goresan pena ini bermanfaat bagi kita semua” Aamiin.

0 Response to "Mengqadha Shalat"

Post a Comment