Idol dan Berhala
Eko Prasetyo – Senin, 12 Jumadil Akhir 1429 H / 16 Juni 2008 06:14 WIB
Industri televisi di Indonesia kini hanya mementingkan selera pasar dan meraup laba besar dari situ tanpa mengindahkan aspek mendidik. Disadari atau tidak, masyarakat kita cenderung dibodohi oleh tontonan di televisi. Yang memprihatinkan, justru aktivitas tersebut diputar di premier time atau pukul 19.00-21.00.
Di waktu-waktu itulah, aktivitas televisi tersebut sering ditonton oleh anak-anak. Kesedihan atau kesialan dieksploitasi untuk menarik simpati penonton. Kita dapat lihat acara-acara reality show remaja yang sama sekali tidak mendidik. Di situ, dipertontonkan bagaimana sepasang muda-mudi pacaran yang dapat bermesra-mesraan di depan umum. Seolah-olah, pacaran itu sudah umum dan sah-sah saja dilakukan. Legitimasi semacam ini sangat memprihatinkan.
Padahal, gaya hidup pacaran itu dapat menghadirkan perbuatan zina yang dilaknat Allah. Yang lebih memprihatinkan, aktivitas valentine tiap tahun dirayakan tidak hanya oleh anak muda, tapi ada pula orang bau tanah dengan ritual memberi bunga ataupun cokelat kepada pasangan. Masya Allah. Sedemikian rupa budaya Barat yang merusak itu telah diadopsi oleh masyarakat awam kita. Bahkan, acara-acara itu menjadi ladang bisnis yang nyata-nyata secara perlahan dapat menghancurkan watak seseorang.
Hampir selalu saya perhatikan, di kampung, rumah tetangga, kantor, warung kopi, di mana-mana, aktivitas idol-idol-an makin semarak dengan peminat penonton yang tidak sedikit. Indonesian Idol, misalnya. Ini sangat menciptakan saya penasaran. Sehingga, saya mencari tahu dari mana asal mula aktivitas yang diadopsi dari American Idol tersebut. Hasilnya?
Saya kaget ternyata kata “idol” itu berasal dari bahasa Ibrani yang artinya ialah berhala. “Kalau sudah begini, terus piye?” tanya saya di sebuah diskusi pengajian. “Ini terang pembodohan, ” ujar seorang kawan.
Betapa media sangat berperan dalam membangun stigma kurang mendidik ibarat ini. Terutama, acara-acara reality show yang memperlihatkan menjadi bintang secara instant. Ada satu lagi yang cukup mengusik hati saya. Yakni, aktivitas talent search untuk anak-anak. Gimana tidak? Wong, ada tetangga saya, seorang ibu-ibu, yang saking histerisnya melihat ”idola”nya tereleminasi hingga menangis. Astagfirullah.
Di sini, ada suatu fenomena yang tidak baru, tapi muncul lagi dan masih ampuh memengaruhi penonton. Yakni, air mata. Sudah menjadi belakang layar umum bahwa banyak di antara finalis talent search di Indonesia (mulai zaman AFI) menjual cerita murung mereka sebagai potongan dari seni administrasi penjualan yang efektif. Seolah-olah, bunyi atau kualitas mereka tidaklah cukup untuk dijual kepada masyarakat. Sehingga, semakin tragis kisahnya, semakin menarik untuk dijual. Banyak variasi cerita murung yang dijual. Mulai keluarga yang miskin hingga harus menjual becak demi ongkos ke Jakarta, bekas korban kerusuhan, keluarga tidak harmonis, single-parent, dan lain-lain. Masya Allah.
Hasilnya? Sukses dan tenar sesaat. Ada jebolan talent search yang dapat bertahan menjaga ketenarannya bukan alasannya ialah skill yang dimiliki, tapi lebih alasannya ialah fisikal semata. Ada pula yang terjerat utang hingga jutaan atau puluhan juta hanya untuk mengirimkan SMS demi memenangkan voting. Nah, kini kalau belum dewasa yang mengikuti talent search itu, secara tidak sadar mereka telah dieksploitasi demi laba aktivitas atau media yang menayangkannya.
Haruskah belum dewasa menjadi berilmu balig cukup akal sebelum waktunya di dikala mereka masih harus menikmati masa anak-anaknya? Haruskah budaya Barat yang meracuni masyarakat semacam itu hanya kita biarkan? Karena itu, pendidikan agama begitu penting berperan di sini. Fondasi Islam harus ditanamkan kepada generasi muda, terutama semenjak dini.
Rasulullah bersabda, ”Perintahlah anak-anakmu untuk melakukan salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka kalau hingga berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu dawud dan al-Hakim). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan lewat Ibnu Abbas ra,
Rasulullah juga bersabda, “Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah belum dewasa kau untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Sebab, hal itu akan memelihara mereka dan kau dari siksa neraka.” Jelas sudah lewat hadis di atas bahwa pendidikan watak dan agama harus dberikan kepada belum dewasa semenjak dini. Tujuannya, biar belum dewasa kita, generasi Islami mendatang, tidak gampang terjerumus terhadap hal atau aktivitas yang tidak mendidik. Indonesia, please be objective and never fall into the same trap again. prasetyo_pirates@yahoo.co.id
Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/idol-dan-berhala.htm#.VV01FlLvd_k
Berikut Video Penjelasan :
https://www.facebook.com/kayyis.fawaz/videos/vb.1743549752/3854728583722/?type=2&theater
Di waktu-waktu itulah, aktivitas televisi tersebut sering ditonton oleh anak-anak. Kesedihan atau kesialan dieksploitasi untuk menarik simpati penonton. Kita dapat lihat acara-acara reality show remaja yang sama sekali tidak mendidik. Di situ, dipertontonkan bagaimana sepasang muda-mudi pacaran yang dapat bermesra-mesraan di depan umum. Seolah-olah, pacaran itu sudah umum dan sah-sah saja dilakukan. Legitimasi semacam ini sangat memprihatinkan.
Padahal, gaya hidup pacaran itu dapat menghadirkan perbuatan zina yang dilaknat Allah. Yang lebih memprihatinkan, aktivitas valentine tiap tahun dirayakan tidak hanya oleh anak muda, tapi ada pula orang bau tanah dengan ritual memberi bunga ataupun cokelat kepada pasangan. Masya Allah. Sedemikian rupa budaya Barat yang merusak itu telah diadopsi oleh masyarakat awam kita. Bahkan, acara-acara itu menjadi ladang bisnis yang nyata-nyata secara perlahan dapat menghancurkan watak seseorang.
Hampir selalu saya perhatikan, di kampung, rumah tetangga, kantor, warung kopi, di mana-mana, aktivitas idol-idol-an makin semarak dengan peminat penonton yang tidak sedikit. Indonesian Idol, misalnya. Ini sangat menciptakan saya penasaran. Sehingga, saya mencari tahu dari mana asal mula aktivitas yang diadopsi dari American Idol tersebut. Hasilnya?
Saya kaget ternyata kata “idol” itu berasal dari bahasa Ibrani yang artinya ialah berhala. “Kalau sudah begini, terus piye?” tanya saya di sebuah diskusi pengajian. “Ini terang pembodohan, ” ujar seorang kawan.
Betapa media sangat berperan dalam membangun stigma kurang mendidik ibarat ini. Terutama, acara-acara reality show yang memperlihatkan menjadi bintang secara instant. Ada satu lagi yang cukup mengusik hati saya. Yakni, aktivitas talent search untuk anak-anak. Gimana tidak? Wong, ada tetangga saya, seorang ibu-ibu, yang saking histerisnya melihat ”idola”nya tereleminasi hingga menangis. Astagfirullah.
Di sini, ada suatu fenomena yang tidak baru, tapi muncul lagi dan masih ampuh memengaruhi penonton. Yakni, air mata. Sudah menjadi belakang layar umum bahwa banyak di antara finalis talent search di Indonesia (mulai zaman AFI) menjual cerita murung mereka sebagai potongan dari seni administrasi penjualan yang efektif. Seolah-olah, bunyi atau kualitas mereka tidaklah cukup untuk dijual kepada masyarakat. Sehingga, semakin tragis kisahnya, semakin menarik untuk dijual. Banyak variasi cerita murung yang dijual. Mulai keluarga yang miskin hingga harus menjual becak demi ongkos ke Jakarta, bekas korban kerusuhan, keluarga tidak harmonis, single-parent, dan lain-lain. Masya Allah.
Hasilnya? Sukses dan tenar sesaat. Ada jebolan talent search yang dapat bertahan menjaga ketenarannya bukan alasannya ialah skill yang dimiliki, tapi lebih alasannya ialah fisikal semata. Ada pula yang terjerat utang hingga jutaan atau puluhan juta hanya untuk mengirimkan SMS demi memenangkan voting. Nah, kini kalau belum dewasa yang mengikuti talent search itu, secara tidak sadar mereka telah dieksploitasi demi laba aktivitas atau media yang menayangkannya.
Haruskah belum dewasa menjadi berilmu balig cukup akal sebelum waktunya di dikala mereka masih harus menikmati masa anak-anaknya? Haruskah budaya Barat yang meracuni masyarakat semacam itu hanya kita biarkan? Karena itu, pendidikan agama begitu penting berperan di sini. Fondasi Islam harus ditanamkan kepada generasi muda, terutama semenjak dini.
Rasulullah bersabda, ”Perintahlah anak-anakmu untuk melakukan salat ketika mereka berusia tujuh tahun. Pukullah mereka kalau hingga berusia sepuluh tahun mereka tetap enggan mengerjakan shalat.” (HR Abu dawud dan al-Hakim). Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan lewat Ibnu Abbas ra,
Rasulullah juga bersabda, “Taatlah kepada Allah dan takutlah berbuat maksiat kepada Allah serta suruhlah belum dewasa kau untuk menaati perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan. Sebab, hal itu akan memelihara mereka dan kau dari siksa neraka.” Jelas sudah lewat hadis di atas bahwa pendidikan watak dan agama harus dberikan kepada belum dewasa semenjak dini. Tujuannya, biar belum dewasa kita, generasi Islami mendatang, tidak gampang terjerumus terhadap hal atau aktivitas yang tidak mendidik. Indonesia, please be objective and never fall into the same trap again. prasetyo_pirates@yahoo.co.id
Sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/idol-dan-berhala.htm#.VV01FlLvd_k
Berikut Video Penjelasan :
https://www.facebook.com/kayyis.fawaz/videos/vb.1743549752/3854728583722/?type=2&theater
0 Response to "Hati Hati Indonesia Idol Dan Penyembahan Berhala."
Post a Comment