Hukum Membaca Al-Qur’An Dengan Langgam Jawa


Hukum Membaca Al-Qur’an Dengan Langgam Jawa
Assalamu’alaikum
Benarkah membaca Al-Qur’an dengan langgam jawa
(https://www.youtube.com/watch?v=qYEllU0oweA) itu tak boleh?
Jika tidak boleh, lantas dari manakah nada-nada Tilawah yang biasa kita dengar selama ini datangnya? Apakah Rasul juga mengajarkan?
Terimakasih.
Dari Muhammad Baskoro
Jawaban:
Wa’alaikum salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Cara baca al-Quran ibarat yang dilakukan si qari itu mengikuti gaya macapat, terutama tembang mijil. Tembang macapat-mijil, merupakan salah satu jenis irama lagu bagi masyarakat jawa. Tidak jauh berbeda dengan irama dangdut, pop, jazz, dst. Hanya saja, mengingat irama ini lebih terikat dengan kedaerahan, penyebarannya tidak lebih luas dibanding irama yang lain.
Namun apapun itu, kita setuju ini irama lagu.
Ada dua sudut pandang yang dapat kita berikan untuk kasus di atas,
Pertama, aturan membaca al-Quran dengan irama (lahn)
Dr. Ibrahim bin Sa’d ad-Dausiri – ketua forum studi Ilmu al-Quran di King Saud Unniversity – menjelaskan,
Irama bacaan al-Quran ada dua,
Pertama, irama yang mengikuti watak orisinil manusia, tanpa dibuat-buat, tanpa dilatih. Ini cara baca umumnya masyarakat ketika melanutnkan ayat suci al-Quran. Dan ini diperbolehkan, bahkan termasuk dianjurkan ketika seseorang membaca al-Quran. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ليس منَّا من لم يتغنَّ بالقرآن
Bukan termasuk golonganku, orang yang tidak melagukan al-Quran. (HR. Bukhari 7527).
Melagukan bacaan al-Quran sebagaimana yang dilakukan para imam ketika mengimami shalat.
Kedua, irama bacaan al-Quran yang dibuat-buat, mengikuti irama musik, atau irama lagu tertentu.
Yang semacam ini tidak dapat dilakukan kecuali melalui latihan. Ada nada-nada tertentu, yang itu dapat keluar dari aturan tajwid. Cara baca semacam ini hukumnya terlarang.
Selanjutnya Dr. Ibrahim ad-Dausiri membawakan keterangan al-Hafidz Ibnu Katsir,
والغرض أن المطلوب شرعا إنما هو التحسين بالصوت الباعث على تدبر القرآن وتفهمه والخشوع والخضوع والانقياد للطاعة ، فأما الأصوات بالنغمات المحدثة المركبة على الأوزان والأوضاع الملهية والقانون الموسيقائي فالقرآن ينزه عن هذا ويُجلّ ، ويعظم أن يسلك في أدائه هذا المذهب
Yang diajarkan oleh syariat yaitu memperindah bacaan al-Quran alasannya dorongan ingin mentadabburi al-Quran, memahaminya, berusaha khusyu, tunduk, alasannya ingin mentaati Allah. Adapun bacaan al-Quran dengan lagu yang tidak pernah dikenal, mengikuti irama, tempo, cengkok lagu, dan nada musik, maka seharusnya al-Quran diagungkan, dan dimuliakan dari cara baca semacam ini. (Fadhail al-Quran, hlm. 114).
Keterangan lain disampaikan Imam Ibnul Qoyim,
وكل من له علم بأحوال السلف يعلم قطعاً أنهم براء من القراءة بألحان الموسيقى المتكلفة التي هي إيقاعات وحركات موزونة معدودة محدودة ، وأنهم أتقى لله من أن يقرؤوا بها ويسوِّغوها
Semua orang yang mengetahui keadaan ulama salaf, ia akan sangat yakin bahwa mereka berlepas diri dari cara baca al-Quran dengan mengikuti irama musik yang dipaksa-paksakan. Menyesuaikan dengan cengkok, genre, dan tempo nada lagu. Mereka sangat takut kepada Allah untuk membaca al-Quran dengan gaya semacam ini atau membolehkannya. (Zadul Ma’ad, 1/470).
Dan sangat jelas, si qari itu membaca dengan irama lagu, bukan alasannya bawaan orisinil cara ia membaca al-Quran. Kita dapat melihat sangat jelas, kesan dipanjang-panjangkan, merusak kaidah tajwid, dalang rangka mengikuti irama macapat. Padahal itu dibaca di program resmi negara. Di dengar oleh banyak orang yang paham bacaan al-Quran.
Kedua, liberalisasi al-Quran
Barangkali ini yang perlu lebih mendapat perhatian. Untuk generasi ketika ini, langgam lagu macapat hampir terlupakan. Hanya dipakai untuk suasana resmi hiburan resepsi pernikahan. Masyarakat jawa sendiri sudah banyak yang meninggalkannya. Ketika kita berguru al-Quran di surau atau TPA, kita tidak pernah diajari cara membaca al-Quran ibarat itu.
Karena itu, masuk akal ketika ada orang yang membaca al-Quran dengan langgam yang aneh tersebut, impulsif memicu banyak reaksi dari kaum muslimin. Jika itu satu hal yang lumrah bagi mereka, tidak akan mereka permasalahkan.
Ini kembali satu kata, ‘menciptakan sensasi’ dan suasana gres dalam bacaan al-Quran. Ulah orang-orang liberal, untuk memancing emosi kaum muslimin. Dengan niat yang tidak baik, dapat jadi tidak jauh jikalau ini dimasukkan dalam kategori istihza’ (mempermainkan) terhadap al-Quran.
Bukan Pengaruh Bahasa
Terlalu jauh jikalau berasalan bahwa itu alasannya bawaan lagu daerah. Sampaipun seorang muslim yang pinter macapat, ketika ia membaca al-Quran, ia akan membacanya dengan lagu yang mengikuti kaidah tajwid, dan bukan macapat.
Ini berbeda dengan orang yang membaca al-Quran dengan langgam orisinil alasannya efek pengecap daerah. Tanpa ada kesan dipaksa-paksakan. Seperti orang sunda yang membaca aksara fa dengan pa atau orang jawa yang kesulitan baca ‘ain sehingga terbaca ngain, dst. yang ini murni terjadi di luar kesengajaan.
Semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin dari efek jahat orang-orang liberal.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan PembinaKonsultasisyariah.com)

0 Response to "Hukum Membaca Al-Qur’An Dengan Langgam Jawa"

Post a Comment