“Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri semoga tidak hingga meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah” (HR. Thabrani).
Banyak ayat Quran dan hadits yang menceritakan kehidupan orang-orang sukses di zaman dahulu. Sukses dalam dua petunjuk hidup itu bukan diukur berdasarkan berapa banyak harta yang bisa dikumpulkan seseorang, tetapi berdasarkan kemampuan menjaga diri di jalan Allah hingga selesai hidup menjemput.
Namun di zaman sekarang, sukses tidaknya seseorang dalam hidup ini seringkali diukur berdasarkan kekayaan yang bisa diraup. Bahkan tak jarang, juga dipandang sukses di zaman sekarang, meskipun harta diraih dengan cara-cara yang tidak halal.
Tak sedikit orang yang menjadi kaya raya, alasannya selalu memanfaatkan kesempitan-kesempitan orang lain. Di ketika seseorang atau sekelompok orang sedang menderita, ketika itulah orang-orang yang ditugaskan dan digaji negara untuk membantu, mengambil langkah-langkah setan. Akan bersedia melakukan kiprah memberi bantuan, misalnya, jikalau mau dibayar komplemen oleh orang-orang yang sedang menderita.
Singkatnya, bagi orang-orang yang berani meninggalkan jalan Allah ini, setiap penderitaan orang lain yaitu peluang besar mengumpulkan harta.
Orang-orang yang meninggalkan jalan Allah dalam mencari harta atau rezeki, telah meninggalkan kewajiban sekaligus kesempatan besar. Mencari rezeki yang halal, berdasarkan Rasulullah, yaitu wajib sehabis menunaikan ibadah fardhu (HR. Thabrani & Baihaqi).
Sedangkan kesempatan yang diabaikan berupa kesempatan mendapat ampunan dosa. Sebab, Rasulullah juga telah bersabda bahwa ada dosa yang tidak terampuni, kecuali dengan lelah bekerja mencari nafkah yang halal.
0 Response to "Berusaha Di Jalan Allah"
Post a Comment