"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami ayat-ayat Allah dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat gejala kekuasaan Allah, dan mereka mempunyai pendengaran (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Allah. Mereka itu sebagai hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" Al A'raaf : 179
Sebodoh - bodohnya keledai ia tidak mau terperosok kedalam lobang yang sama untuk kedua kalinya. Binatang yang paling terbelakang ibarat keledai saja bisa bersikap ibarat itu, bila ada seorang insan apalagi ia seorang Pemimpin, membiarkan bangsanya terperosok kedalam lobang penderitaan yang sama berkali-kali, itu sama artinya pemimpin tersebut lebih terbelakang daripada Keledai.
sebetulnya hal tersebut tidak kita inginkan, kita ingin Pemimpin negeri ini bisa mengangkat Bangsa ini keluar dari lobang keterpurukan, makanya sebagai rakyat kita berdaya upaya mengingatkan dengan terus mengkritisi segala kesalahan yang dilakukan, dan membantu menawarkan solusi, itulah bentuk kecintaan rakyat pada pemimpinnya. Tapi pemimpin memang tidaklah bangun sendiri, Banyak pemimpin bisa terjatuh hanya sebab menuruti harapan para penjilatnya, tanpa ia sadari orang-orang disekitarnya lebih banyak memikirkan kepentingannya sendiri dan rela menjerumuskan pemimpinnya.
Menutupi kebohongan dengan membuat kebohongan baru, bukanlah sebuah tindakan yang bijak dan terpuji. Tindakan ibarat ini hanyalah tindakan ibarat halnya menggali kubur sendiri. Pemimpin yang sering melaksanakan kebohongan hanya akan melahirkan Generasi pembohong sebagai pewarisnya. Dan hal ini akan terus berlanjut, sehingga membuat suatu kelompok generasi yang lebih terbelakang dari Keledai.
Bangsa yang besar bukanlah diukur banyaknya jumlah penduduknya, atau luas negaranya. Tapi diukur dari seberapa jago ia menghargai jasa-jasa pahlawannya. Begitu juga Pemimpin yang besar, bukanlah diukur dari besar bobot badannya. Tapi seberapa besar pemikirannya untuk Negara, dan pemikiran besar apa saja yang sudah dilakukannya.
Ketika mendengar kata ”keledai”, yang tergambar dalam benak kita yakni seekor hewan yang lamban, lemah, bahkan sering diidentikkan dengan hewan yang paling bodoh. Sepintas memang citra ibarat itu tidak sepenuhnya salah. Jika diukur dari segi kecepatan, Keledai memang tak bisa disamakan dengan kuda , meski keduanya satu genus.
Ungkapan mengenai keledai, sebagaimana diungkapkan diatas bahwa keledai memang tak seagresif kuda. Jalannya lambat dan sebab saking lambatnya bahkan kadang kita menganggap bahwa keledai yakni hewan yang tampak malas dan tak punya inisiatif. Ada peribahasa ”Seperti keledai.”Artinya: terbelakang atau keras kepala. Ada lagi peribahasa ”Keledai hendak dijadikan kuda.” Artinya: orang terbelakang hendak dipandang sebagai orang pandai. Dalam kedua peribahasa itu, keledai dipandang sebagai hewan bodoh. Tak heran, banyak orang tersinggung kala dijuluki dengan kata ”keledai”.
Dari klarifikasi di atas, perihal pandangan-pandangan negatif terkait dengan hewan yang satu ini. apakah semua yang ada pada diri keledai yakni bernilai negatif...? Ternyata jawabannya yakni tidak semua hal ihwal keledai itu yakni negatif. Janganlah pula kita lupa, masih ada peribahasa lainnya ihwal keledai dan itu yakni sebuah pribahasa yang menggambarkan ihwal sisi positif ihwal keledai: ”Keledai tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Peribahasa itu berarti sebodoh-bodohnya keledai, hewan itu toh berguru dari pengalaman.
Kegagalan atau kemalangan yang diterima oleh keledai bisa ia jadikan sebagai pelajaran hidup semoga tidak terulang lagi dilain kesempatan di masa yang akan datang. Keledai berguru dari sejarah. Anehnya, insan (’manusia yang berpikir’) yang katanya mempunyai otak untuk berpikir justru terkadang masih suka mengulangi kesalahan yang sama. Belajar dari sebuah kesalah untuk kesudahannya tidak lagi mengulangi kesalahan tersebut yakni salah satu hal tersulit yang harus dihadapi dalam hidup.
Namun, nyatanya seekor hewan yang sudah diidentikkan sebagai hewan terbelakang bisa mengungguli kita (manusia) dalam hal yang satu ini. Agaknya kita aib dan menjadi terpacu, keledai saja bisa mengapa kita yang diberikan kemampuan untuk berpikir tidak sanggup melaksanakan hal yang sama atau mungkin lebih baik lagi dari apa yang dilakukan oleh keledai. Masihkah kita menyebut hewan yang satu ini dengan sebuatan hewan bodoh? Layaknya kita berkaca dulu pada diri sendiri.
Tak hanya itu, keledai ternyata masih mempunyai kelebihan lainnya yang sanggup kita petik pesan yang tersirat darinya. Tidak ada yang memungkiri bahwa keledai merupakan hewan pekerja berat. Dia bukan pemalas, tetapi hanya tampak malas. Walaupun keledai yakni hewan yang lambat, tetapi ia yakni jenis hewan yang bisa mendapatkan dan menahan beban apapun selama keempat kakinya masih bisa menahan beban yang dipikulnya. Dan semua kiprah hampir selalu ia tuntaskan dengan baik. Sifat ini sangat berbeda dengan sifat saudara sejenisnya, kuda. Kuda ternyata sangat memilih-milih dalam bekerja. Ketika kuda tidak suka dengan suatu pekerjaan, maka kuda mungkin saja akan (terlihat) memberontak dan menolaknya.
Keledai terang mempunyai ketahanan kerja tinggi. Andaikan kita bisa bersikap ibarat keledai dikala kita menghadapi segala tantangan serta beban hidup kita. Maka, tentu tidak akan ada orang-orang yang tidak mempunyai masa depan. Hal itu sebab setiap orang akan mempunyai perilaku kerja keras dan tidak gampang menyerah. Bayangkan, kekuatan seekor keledai dalam sehari ternyata setara dengan perjalanan sejauh 30 kilometer. Meski lambat, keledai konsisten memenuhi panggilannya. Dia tidak pernah mutung. Nah, laiknya hal-hal positif keledai ini bisa menjadi materi renungan untuk kemudian bisa kita pembiasaan dan diimplementasikan dalam kehidupan kita sebagai homo sapiens.
Sehingga jangan pernah kita mengalah atau merasa kalah atas apa yang kini ada pada diri kita, buktikan bahwa kita juga mempunyai banyak segi positif pada diri kita. Manusia terkadang merasa rendah diri ketika menyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga hal itu membuatnya menjadi sulit berkembang, ada baiknya kita tidak lagi menyesali hal-hal semacam itu. Ingatlah bahwa setiap orang pastinya mempunyai potensi. Adalah orang-orang yang sukses apabila mereka berhasil menemukan potensi yang ada dalam dirinya, walaupun itu terjadi disaat yang sudah sangat terlambat atau diwaktu tidak tepat. Tidak ada satupun hal negatif yang tidak diiringi dengan sesuatu yang positif disekitanya. Percayalah pada kemampuan kita sendiri, potensi hanya bisa dimunculkan dengan kerja keras. Tanpa kerja keras dan percaya pada diri sendiri, maka yang muncul hanyalah keputusasaan. Bersemangatlah untuk menemukan potensi diri. Ingatlah, bahkan keledai saja mempunyai banyak potensi.
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" Al Qamar : 15 - 17 - 22 - 32 - 40 - 51
Wallahu A'lam
sebetulnya hal tersebut tidak kita inginkan, kita ingin Pemimpin negeri ini bisa mengangkat Bangsa ini keluar dari lobang keterpurukan, makanya sebagai rakyat kita berdaya upaya mengingatkan dengan terus mengkritisi segala kesalahan yang dilakukan, dan membantu menawarkan solusi, itulah bentuk kecintaan rakyat pada pemimpinnya. Tapi pemimpin memang tidaklah bangun sendiri, Banyak pemimpin bisa terjatuh hanya sebab menuruti harapan para penjilatnya, tanpa ia sadari orang-orang disekitarnya lebih banyak memikirkan kepentingannya sendiri dan rela menjerumuskan pemimpinnya.
Menutupi kebohongan dengan membuat kebohongan baru, bukanlah sebuah tindakan yang bijak dan terpuji. Tindakan ibarat ini hanyalah tindakan ibarat halnya menggali kubur sendiri. Pemimpin yang sering melaksanakan kebohongan hanya akan melahirkan Generasi pembohong sebagai pewarisnya. Dan hal ini akan terus berlanjut, sehingga membuat suatu kelompok generasi yang lebih terbelakang dari Keledai.
Bangsa yang besar bukanlah diukur banyaknya jumlah penduduknya, atau luas negaranya. Tapi diukur dari seberapa jago ia menghargai jasa-jasa pahlawannya. Begitu juga Pemimpin yang besar, bukanlah diukur dari besar bobot badannya. Tapi seberapa besar pemikirannya untuk Negara, dan pemikiran besar apa saja yang sudah dilakukannya.
Ketika mendengar kata ”keledai”, yang tergambar dalam benak kita yakni seekor hewan yang lamban, lemah, bahkan sering diidentikkan dengan hewan yang paling bodoh. Sepintas memang citra ibarat itu tidak sepenuhnya salah. Jika diukur dari segi kecepatan, Keledai memang tak bisa disamakan dengan kuda , meski keduanya satu genus.
Ungkapan mengenai keledai, sebagaimana diungkapkan diatas bahwa keledai memang tak seagresif kuda. Jalannya lambat dan sebab saking lambatnya bahkan kadang kita menganggap bahwa keledai yakni hewan yang tampak malas dan tak punya inisiatif. Ada peribahasa ”Seperti keledai.”Artinya: terbelakang atau keras kepala. Ada lagi peribahasa ”Keledai hendak dijadikan kuda.” Artinya: orang terbelakang hendak dipandang sebagai orang pandai. Dalam kedua peribahasa itu, keledai dipandang sebagai hewan bodoh. Tak heran, banyak orang tersinggung kala dijuluki dengan kata ”keledai”.
Dari klarifikasi di atas, perihal pandangan-pandangan negatif terkait dengan hewan yang satu ini. apakah semua yang ada pada diri keledai yakni bernilai negatif...? Ternyata jawabannya yakni tidak semua hal ihwal keledai itu yakni negatif. Janganlah pula kita lupa, masih ada peribahasa lainnya ihwal keledai dan itu yakni sebuah pribahasa yang menggambarkan ihwal sisi positif ihwal keledai: ”Keledai tidak akan jatuh ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya.” Peribahasa itu berarti sebodoh-bodohnya keledai, hewan itu toh berguru dari pengalaman.
Kegagalan atau kemalangan yang diterima oleh keledai bisa ia jadikan sebagai pelajaran hidup semoga tidak terulang lagi dilain kesempatan di masa yang akan datang. Keledai berguru dari sejarah. Anehnya, insan (’manusia yang berpikir’) yang katanya mempunyai otak untuk berpikir justru terkadang masih suka mengulangi kesalahan yang sama. Belajar dari sebuah kesalah untuk kesudahannya tidak lagi mengulangi kesalahan tersebut yakni salah satu hal tersulit yang harus dihadapi dalam hidup.
Namun, nyatanya seekor hewan yang sudah diidentikkan sebagai hewan terbelakang bisa mengungguli kita (manusia) dalam hal yang satu ini. Agaknya kita aib dan menjadi terpacu, keledai saja bisa mengapa kita yang diberikan kemampuan untuk berpikir tidak sanggup melaksanakan hal yang sama atau mungkin lebih baik lagi dari apa yang dilakukan oleh keledai. Masihkah kita menyebut hewan yang satu ini dengan sebuatan hewan bodoh? Layaknya kita berkaca dulu pada diri sendiri.
Tak hanya itu, keledai ternyata masih mempunyai kelebihan lainnya yang sanggup kita petik pesan yang tersirat darinya. Tidak ada yang memungkiri bahwa keledai merupakan hewan pekerja berat. Dia bukan pemalas, tetapi hanya tampak malas. Walaupun keledai yakni hewan yang lambat, tetapi ia yakni jenis hewan yang bisa mendapatkan dan menahan beban apapun selama keempat kakinya masih bisa menahan beban yang dipikulnya. Dan semua kiprah hampir selalu ia tuntaskan dengan baik. Sifat ini sangat berbeda dengan sifat saudara sejenisnya, kuda. Kuda ternyata sangat memilih-milih dalam bekerja. Ketika kuda tidak suka dengan suatu pekerjaan, maka kuda mungkin saja akan (terlihat) memberontak dan menolaknya.
Keledai terang mempunyai ketahanan kerja tinggi. Andaikan kita bisa bersikap ibarat keledai dikala kita menghadapi segala tantangan serta beban hidup kita. Maka, tentu tidak akan ada orang-orang yang tidak mempunyai masa depan. Hal itu sebab setiap orang akan mempunyai perilaku kerja keras dan tidak gampang menyerah. Bayangkan, kekuatan seekor keledai dalam sehari ternyata setara dengan perjalanan sejauh 30 kilometer. Meski lambat, keledai konsisten memenuhi panggilannya. Dia tidak pernah mutung. Nah, laiknya hal-hal positif keledai ini bisa menjadi materi renungan untuk kemudian bisa kita pembiasaan dan diimplementasikan dalam kehidupan kita sebagai homo sapiens.
Sehingga jangan pernah kita mengalah atau merasa kalah atas apa yang kini ada pada diri kita, buktikan bahwa kita juga mempunyai banyak segi positif pada diri kita. Manusia terkadang merasa rendah diri ketika menyadari kekurangan yang ada pada dirinya. Sehingga hal itu membuatnya menjadi sulit berkembang, ada baiknya kita tidak lagi menyesali hal-hal semacam itu. Ingatlah bahwa setiap orang pastinya mempunyai potensi. Adalah orang-orang yang sukses apabila mereka berhasil menemukan potensi yang ada dalam dirinya, walaupun itu terjadi disaat yang sudah sangat terlambat atau diwaktu tidak tepat. Tidak ada satupun hal negatif yang tidak diiringi dengan sesuatu yang positif disekitanya. Percayalah pada kemampuan kita sendiri, potensi hanya bisa dimunculkan dengan kerja keras. Tanpa kerja keras dan percaya pada diri sendiri, maka yang muncul hanyalah keputusasaan. Bersemangatlah untuk menemukan potensi diri. Ingatlah, bahkan keledai saja mempunyai banyak potensi.
"Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" Al Qamar : 15 - 17 - 22 - 32 - 40 - 51
Wallahu A'lam
0 Response to "Kami Mudahkan Al Quran Untuk Pelajaran"
Post a Comment