Allah Akan Memahamkan Wacana Agama



ALLAH AKAN MEMAHAMKAN TENTANG AGAMA
Kepada kaum muslimin kita harus bertakwa kepada Allah setiap saat. Istiqamah dalam mengamalkan pedoman Islam. Hendaknya takut kepada Allah dan selalu mendekatkan diri kepada-Nya di mana saja berada. Lalu melaksanakan introspeksi diri, sehingga tidak meninggalkan apa yang telah Allah wajibkan dan tidak menerjang apa yang telah Dia larang atas kalian.
Ana berharap kepada agar terus bertafaqquh fiddin (mengkaji Islam), mempelajari kaidah-kaidah dasar Islam dan mengetahui duduk kasus halal dan haram. Karena di sanalah letak kebaikan umat Islam.
Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu 'Anhu , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia perihal agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037). Yang dimaksud fakih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui aturan syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan fakih kalau seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi, hal. 21.
Yufaqqihu, maknanya: menganugerahkan kecerdasan, pengetahuan, dan kefahaman terhadap urusan Islam (hukum-hukum syar'i). Faham di sini ialah faham yang membuahkan amal shalih semoga kefahaman dan ilmunya tersebut tidak menjadi bumerang bagi dirinya. Karena siapa yang tidak mengamalkan ilmu yang telah dipahaminya, ia termasuk orang yang menerima murka, sebagaimana yang tersebut dalam hadits shahih, "Al-Qur'an itu menjadi pembelamu atau yang memberatkanmu."
Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan tegas mencela orang yang memahami kebenaran dan telah menyampaikannya kepada yang lain, namun ia sendiri tidak mengamalkannya. Allah Ta'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ  كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
 "Hai orang-orang yang beriman, mengapa kau menyampaikan apa yang tidak kau perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kau menyampaikan apa-apa yang tiada kau kerjakan." (QS. Al-Shaff: 2-3)
siapa yang tidak mengamalkan ilmu yang telah dipahaminya, ia termasuk orang yang menerima murka
Saat menjelaskan hadits di atas, banyak ulama menyebutkan juga hadits lain, dari Abu Musa al-Asy'ari, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya Allah mengutusku ialah menyerupai air hujan yang turun ke tanah. Di antaranya  ada tanah yang subur yang menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Ada juga tanah tandus yang menahan air sehingga orang-orang bisa memanfaatkannya; mereka minum darinya, memberi minum ternaknya, dan mengairi tanaman. Ada juga tanah yang keras; tidak sanggup menahan air dan tidak sanggup menumbuhkan tanam-tanaman. Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah, kemudian ia mengambil manfaat apa yang dengannya Allah mengutusku, sehingga ia berguru dan mengajarkannya. Dari sisi lain ada orang yang tidak mau mengambil manfaat darinya, serta orang yang sama sekali tidak mendapatkan petunjuk Allah yang dengannya saya diutus." (Muttafaq 'Alaih)
Dalam kitab Miftah Daar al-Sa'adah (1/60-61), milik Ibnul Qayyim, dia menjelaskan, insan dilihat dari sisi kesiapan dan kesediaannya mendapatkan risalah (ajaran) yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam tiga bagian;
 Pertama: ada orang yang menghafal, memahami maksudnya, dan bisa menyimpulkan hukum, pesan yang tersirat dan faedah-faedahnya. Mereka inilah yang diumpamakan sebagai tanah yang bisa mendapatkan air. Hafalan itu menyerupai tanah yang menumbuhkan tumbuhan yang sangat banyak. Sedangkan pemahaman, ma'rifah, istimbath ialah menyerupai penumbuhan tumbuhan dengan air. Inilah perumpamaan para huffaz, fuqaha', dan ahlul hadits.
Kedua: orang yang diberi hafalan dan ucapan, kemudian mencatatnya, tetapi mereka tidak dberi pemahaman makna dan kemampuan menyimpulkan hukum, mengungkap pesan yang tersirat dan faidahnya. Mereka itu menyerupai orang yang membaca dan menghafalkan Al-Qur'an, juga memperhatikan aksara dan i'rabnya, tetapi mereka tidak diberi pemahaman khusus dari Allah.
Manusia mempunyai pemahaman yang sangat beragam. Cukup banyak yang hanya bisa memahami satu atau dua hukum, dan ada juga yang sanggup memahami seratus atau dua ratus hukum. Mereka itu menyerupai tanah yang menahan air air untuk kepentingan orang banyak, untuk minum, memberi minum ternak, dan menyiram tanaman.
Kedua macam insan di atas termasuk orang-orang yang bahagia. Macam pertama, derajatnya lebih tinggi dan terhoقmat, "Demikianlah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS. Al-Jumu'ah: 4)
Ketiga: insan yang tidak mendapatkan bagian; baik berupa hafalan, pemahaman, riwayah, maupun dirayah. Jika diumpamakan mereka ini laksana tanah tandus yang tidak bisa menumbuhkan flora dan tidak pula menyimpan air. Mereka itu orang-orang celaka.
Macam dua pertama, orang-orang yang sama-sama berguru dan mengajar, masing-masing sesuai dengan apa yang dimilikinya. Satu penggalan mengetahui lafaz-lafaz Al-Qur'an dan menghafalnya. Satunya lagi, mempunyai pengetahuan perihal makna, hukum, dan ilmu-ilmunya.
Adapun golongan ketiga ialah orang-orang yang tidak mempunyai ilmu dan tidak pula bergelut dalam dunia pengajaran. Mereka itulah yang tidak mau menyambut dan mendapatkan petunjuk Allah. Mereka itu lebih jelek dari hewan ternak dan akan menjadi materi bakar neraka.
Hadits di atas mencakup  klarifikasi perihal kemuliaan ilmu agama dan mengajarkannya serta keagungan statusnya. Juga meliputi kesengsaraan orang-orang yang tidak memilikinya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyebutkan beberapa macam insan ditinjau dari sisi ilmu tersebut, sesungguhnya di antara mereka ada yang memperoleh kebahagiaan dan ada pula yang celaka dan sengsara. (disarikan secara ringkas)
Maka siapa yang Allah Ta'ala kehendaki kebaikan padanya, Dia akan buka hidayah hatinya dan mengakibatkan ia paham terhadap dien ini, Allah jadikan pemahaman terhadap nash syar'i pada hatinya, sehingga ia bisa memahami Al-Qur'an dan hadits.
siapa yang tidak mengetahui urusan dien (Islam) maka ia termasuk orang yang tidak dikehendaki oleh Allah menjadi baik
Sebaliknya, siapa yang tidak mengetahui urusan dien (Islam) maka ia termasuk orang yang tidak dikehendaki oleh Allah menjadi baik. Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Baari berkata, "Mafhum hadits bahwa orang yang tidak bertafakkuh fiddin, yakni tidak berguru kaidah-kaidah Islam dan cabang-cabangnya, maka sungguh ia diharamkan kebaikan. Abu Ya'la mengeluarkan hadits Mu'awiyah dari jalur lain yang dhaif, ditambahkan di ujungnya,  "Siapa yang tidak dijadikan paham terhadap dien, maka Allah tidak peduli kepadanya." Makna hadits ini ialah shahih, alasannya siapa yang tidak mengetahui perkara-perkara (ajaran) agamanya, maka ia bukan seorang fakih dan tidak pula mencari pengetahuan, sehingga pantas ia disifati bahwa ia tidak dikehendaki mendapatkan kebaikan." Wallahu Ta'ala A'lam.
“Semoga goresan pena ini bermanfaat bagi kita semua Aamiin”.

0 Response to "Allah Akan Memahamkan Wacana Agama"

Post a Comment