Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh

Jangan Membicarakan Aib Orang Lain

JANGAN MEMBICARAKAN AIB ORANG LAIN
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh
#Oleh: Abu Samah Al-Hafidz

            Tidak ada insan yang tepat dalam segala hal. Selalu saja ada kekurangan. Boleh jadi ada yang indah dalam rupa, tapi ada kekurangan dalam gaya bicara. Bagus dalam penguasaan ilmu, tapi tidak bisa menguasai emosi dan simpel tersinngung, berpengaruh di satu sisi, tapi lemah di sudut yang lain.
           Dari situlah kita harus cermat mengukur timbangan evaluasi terhadap seseorang. Apa kekurangan dan kesalahannya. Kenapa bisa begitu, dan seterusnya. Seperti apapun orang yang sedang kita nilai, keadilan dihentikan dilupakan. Walaupun terhadap orang yang tidak disukai, yakinlah kalau di balik keburukan sifat seorang mukmin, niscaya ada kebaikan di sisi yang lain.
          Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang beriman semoga senantiasa bersikap adil. Perhatikan firman-Nya berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kau jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) lantaran Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, lantaran adil itu lebih erat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kau kerjakan” (QS. Al maidah [5]:8)
          Dengan timbangan yang adil, maka evaluasi kita bisa jadi  proporsional. tidak serta-merta menilai bahwa orang itu niscaya salah. Mungkin ada lantaran yang menciptakan ia lalai, lengah, dan kehilangan kendali. Bahkan mungkin bila kita berada di posisi dan situasi yang sama, kita pun tidak lebih manis dari orang yang kita nilaiKarena itu, lihatlah terlebih dahulu kekurangan dalam diri kita sebelum kita menilai kekurangan orang lain.
           Ego insan cenderung menyampaikan kalau ”sayalah yang lebih baik dari yang lain”. Ego menyerupai inilah yang kerap menciptakan timbangan evaluasi jadi tidak adil. Kesalahan dan kekurangan orang lain begitu jelas, tapi kekurangan diri sendiri tidak pernah terlihat. Padahal, kalau saja bukan lantaran anugerah Allah SWT yang berupa tertutupnya malu diri, tentu orang lain pun akan secara terperinci menemukan malu kita.
          Sebagian dari kita, ada yang bisa menahan diri untuk tidak membuka dan membicarakan malu orang lain, tapi ada juga sebagian dari kita yang sulit menahan diri untuk tidak mengabarkan keburukan seseorang kepada orang lain. Bagi sebagian orang, hal ini terasa sulit, lantaran pengecap kerap kali usil. Selalu saja tergelitik untuk memberikan isu-isu gres yang menarik. Walau bekerjsama beliau mengetahui, bahwa sesuatu yang menarik buat orang lain kadang jelek buat objek yang dibicarakan. Di situlah ujian seorang mukmin untuk bisa menentukan dan memilah, mana yang perlu dikabarkan dan mana yang tidak. Perhatikan sabda Rasulullah SAW sebagai berikut: “Tidak akan masuk nirwana orang yang suka mendengar-dengar gosip belakang layar orang lain.” (Al-Bukhari).
          Sebaiknya, sebelum kita memberi reaksi terhadap malu orang lain, lihatlah dengan jujur menyerupai apa diri kita lebih baik atau lebih buruk?  Apabila ternyata kita lebih baik, maka bersyukurlah, namun bila ternyata kita lebih buruk, maka segera bertobatlah. Inilah yang dimaksud dengan: ”bahwa seorang mukmin, ialah cermin bagi mukmin lainnya. Dan bila kita menemukan bahwa diri kita masih lebih baik dari saudara semukmin kita, jangan mengakibatkan kita sombong dan jangan membuatkan malu orang lain”.
          Seorang mukmin dengan mukmin lainnya ialah bersaudara. Perhatikan firman Alllah SWT brikuit ini: ”Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kau menerima rahmat. (QS. Al Hujuraat [49] : 10)
           Ketahuilah, orang yang gemar membicarakan malu orang lain, bekerjsama tanpa ia sadari, ia sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Yaitu, tidak bisa memegang rahasia, lemah kesetiakawanannya, penggosip, penyebar gosip bohong (karena belum tentu yang diceritakannya benar). Ketahuilah, semakin banyak malu yang ia bicarakan/sebarkan, maka semakin terperinci keburukan diri si penyebar.
Perhatikan firman Allah SWT berikut ini: ”Sesungguhnya orang-orang yang ingin semoga (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di alam abadi … (QS. An-Nur: 19).
           Dan perhatikan juga firman-Nya dalam ayat yang lain: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu ialah dosa dan janganlah kau mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kau menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kau memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kau merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat [49] :12).
          Perhatikan hadits berikut ini: ”Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya sesama muslim, maka Allah SWT akan membelanya dari neraka kelak di hari Kiamat.” (HR. Tirmidzi 1932, Ahmad 6/450)
         Perhatikan sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “engkau membicarakan saudaramu perihal apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana bila pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi SAW: Jika apa yang kau bicarakan benar-benar ada padanya maka kau telah mengghibah-nya, dan bila apa yang kau bicarakan tidak ada padanya maka kau telah menciptakan kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935)
           Jadi bila masih ada dari kita yang kadang masih suka membicarakan dan atau mengungkapkan malu orang lain (sekalipun malu itu benar) maka sadarlah segera, lantaran ghibah merupakan dosa besar yang hanya akan diampuni, sesudah orang yang kita ghibah memaafkan kita. Dan biasanya, kebanyakan dari kita, sangat malu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahan kita,  pada orang yang telah kita bicarakan aibnya. Wallahu’alam.
Keterangan singkat:
         Menceritakan malu orang lain ialah termasuk dosa besar dan termasuk maksiat yang paling tersebar di kalangan kaum muslimin, dan mereka menganggap simpel permasalahan ini dan meremehkan sehingga mereka tidak memungkiri perbuatan tersebut bila terjadi di hadapan mereka, dan ghibah ini ialah lantaran terjadinya permusuhan antara kaum muslimin dan merusak persaudaraan di antara mereka, dan lantaran buruknya perbuatan ghibah ini Alloh Ta'ala mengumpamakan orang yang berbuat ghibah dengan orang yang makan daging saudaranya dalam keadaan mati, dan sangsi baginya bahwa beliau di alam barzakh (alam antara kehidupan dan hari kiamat) mencabik-cabik muka dan dadanya sendiri.

Catatan:
Pertama: Haramnya perbuatan ghibah dan ghibah ialah termasuk dosa besar.Bahwa menyebut orang lain dengan sesuatu yang beliau benci ialah termasuk ghibah yang haram dilakukan, walaupun hal itu benar-benar ada pada orang tersebut.
Kedua: Haramnya mendengarkan ghibah, lantaran orang yang mendengarkan telah membantu saudaranya untuk ghibah dan ridha dengan ghibah tersebut.
Ketiga: Wajibnya mengingkari orang yang berbuat ghibah dan melarangnya dari perbuatan tersebut.Sangat pedihnya sangsi bagi orang yang berbuat ghibah di alam barzakh.
Keemapat: Keutamaan melindungi kehormatan seorang muslim dan bahwa Allah akan memelihara mukanya dari api neraka pada hari kiamat.
“Semoga goresan pena ini bermanfaat bagi kita semua” Aamiin.

0 Response to "Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh"

Post a Comment