Bahaya Menggunjing

                        Bahaya Menggunjing

Bismillaahirrahmaanirrahiimii
Assalamualaikum Warahmatullai Wabarkaatuh
#Oleh: Abu Samah Al-Hafidz
                    
Kami berwasiat kepada diri saya sendiri, dan juga kepada kaum Muslimin, bertakwalah kepada Allah Azza wa Jalla . Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya. Dan barangsiapa yang takut kepada manusia, maka sesungguhnya, insan tidak bisa memperlihatkan manfaat sedikitpun di hadapan Allah Azza wa Jalla . Kita juga harus menyadari, bahwa tidak ada yang bisa mendapat rahmat kecuali orang-orang yang bertakwa. Tidaklah mendapat pahala, kecuali orang-orang yang berada di atas ketakwaan.

Nasihat untuk bertakwa ini sangatlah banyak. Akan tetapi, betapa disesalkan, lantaran yang melaksanakannya ternyata sangat sedikit. Semoga Allah mengakibatkan kita termasuk orang-orang yang bertakwa.

Sebagai agama yang sempurna, Islam mengajak bicara akal, hati, perasaan dan jiwa, budpekerti dan pendidikan. Agama yang mulia ini menggariskan adanya peraturan-peraturan semoga seorang muslim sanggup mempunyai hati yang selamat, perasaan yang bersih, menjaga kehormatan lisan, dan menjaga diam-diam pribadinya, serta sanggup berakhlak mulia terhadap Rabb-nya, dirinya dan seluruh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, bersama-sama sebagian prasangka itu ialah dosa, dan janganlah kau mencari-cari kesalahan orang lain.
(al Hujurat/49 : 12).

Pesan al Qur`an ini, merupakan jawaban atas fenomena yang kita lihat ketika ini. Yakni, semoga kita terhindar dari perbuatan ghibah (menggunjing), mencari-cari kesalahan orang lain. Karena menggunjing ini sanggup mengakibatkan terlanggarnya kehormatan, keselamatan hati dan ketenangan di masyarakat. Perbuatan menggunjing, merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan, merusak agama para pelakunya, baik sebagai pelaku ataupun orang yang rela ketika mendengarkannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al Qur`an :

Dan janganlah sebahagian kau menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kau memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kau merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
(al Hujurat/49 : 12).

Menggunjing orang lain, tidak lepas dari salah satu dari tiga istilah, yang semuanya disebutkan al Qur`an. Yaitu : ghibah, ifku dan buhtan.

Apabila yang Anda sebutkan ihwal saudara Anda itu ada padanya, maka inilah ghibah. Apabila Anda memberikan semua yang Anda dengar, maka ini ialah ifku. Dan apabila yang Anda sebutkan tidak ada pada diri saudaramu, maka ini ialah buhtan.

Ghibah (menggunjing) adalah, setiap yang sanggup dipahami dengan maksud penghinaan, baik berupa perkataan, instruksi atau tulisan. Ghibah ini, juga bisa berupa penghinaan terhadap seseorang ihwal agama, kondisi fisik, akhlak, harta dan keturunannya. Barangsiapa yang mencela ciptaan Allah, berarti ia telah mencela penciptanya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyeru pelaku perbuatan ini dengan sabdanya:

Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya, namun keimanan itu belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah (menggunjing) kaum Muslimin. Jangan pula mencari-cari malu mereka. Barangsiapa yang mencari-cari malu mereka, (maka) Allah akan mencari-cari aibnya. Dan barangsiapa yang Allah mencari-cari aibnya, pasti Allah akan membeberkan aibnya, meskipun ia di dalam rumahnya.

Tentang ancaman menggunjing ini, al Hasan berkata : “Ghibah, demi Allah, lebih cepat merusakkan agama seseorang daripada ulat yang memakan badan mayit”.

Maka sungguh aneh, kalau ada orang yang mengaku sebagai ahlul haq dan ahlul iman, ternyata ia melaksanakan perbuatan ghibah (menggunjing), sedangkan ia mengetahui jawaban buruk perbuatan tersebut. Firman Allah Ta’ala mengingatkan :

Sukakah salah seorang di antara kau memakan daging saudaranya yang sudah mati?
(al Hujarat/49 : 12).

Seburuk-buruk ghibah, yaitu menggunjing para pemimpin, para ulama, orang-orang berkedudukan, orang-orang shalih, dan orang yang mengajak berbuat adil. Pelaku ghibah ini telah mencabik-cabik kehormatan orang-orang terpandang yang mempunyai kedudukan. Pelaku ghibah ini juga merendahkan kedudukan mereka, menghilangkan kewibawaan mereka, menghilangkan kepercayaan terhadap mereka, mencela perbuatan dan perjuangan mereka, dan mewaspadai kemampuan mereka.

Bayangkan, tidak disebut seorang yang mulia di hadapannya, kecuali direndahkannya. Tidaklah muncul seorang yang mulia, kecuali dicelanya. Tidak pula orang shalih, kecuali ia akan menuduhnya. Pelaku ghibah ini, senang menuduh orang-orang terpercaya, menggunjing orang-orang shalih. Pelaku ghibah menanamkan permusuhan dan membingungkan orang-orang kebanyakan, tetapkan silaturahmi dan memecah persatuan.

Allahu Akbar! Apakah seorang muslim layak bersikap demikian kepada saudaranya?

Wahai pelaku ghibah! Setiap orang pasti dicintai dan dibenci, diridhai dan dimarahi, disukai dan dimusuhi.

Orang yang berakal, dalam menyayangi kekasihnya, ia tidak akan berbuat secara berlebihan; sebab, mungkin suatu hari orang yang dikasihinya tersebut akan dibencinya. Sebaliknya, manakala seorang muslim harus membenci, maka ia pun bersikap sewajarnya; sebab, mungkin suatu hari orang yang dibencinya akan menjadi kekasihnya. Oleh lantaran itu, jadilah orang yang selalu menegakkan kebenaran dan bersikap adil. Jangan hingga ketidak-sukaan membuatmu bersikap zhalim. Allah berfirman :

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kau jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) lantaran Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kau untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, lantaran adil itu lebih bersahabat kepada takwa.
(al Maidah/5 : 8).

Jika dikatakan kepada Anda : “Fulan telah meggunjingmu, hingga kami merasa kasihan kepadamu”. Maka jawablah dengan perkataan : “Seharusnya, dialah yang seharusnya engkau kasihani”.

Bertakwalah kita kepada Allah. Sungguh beruntung orang yang bisa menahan diri, tidak berlebihan dalam berbicara. Sungguh beruntung orang yang bisa menguasai lisannya. Sungguh beruntung orang yang terhindar dari menggunjing orang lain, lantaran ia mengetahui yang ada pada dirinya. Sungguh beruntung orang yang berpegang dengan petunjuk al Qur`an, kemudian menghadap Allah dengan hati yang khusyu’, ekspresi yang jujur, dan nrimo menyayangi saudaranya.

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, bersama-sama Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyanyang.
(al Hasyr/59 : 10).

Kami mengingatkan kembali, hendaklah kita jauhi perbuatan ghibah atau menggunjing orang lain. Ketahuilah, orang yang mendengarkan ghibah, ia mendapat dosa yang sama menyerupai pelakunya. Sehingga orang yang mendengarkan ghibah tidak selamat dari dosa, kecuali kalau ia mengingkari dengan lisannya, atau dengan hatinya. Apabila bisa, hendaklah ia tinggalkan majelis atau daerah tersebut, atau memutusnya dengan mengalihkan kepada pembicaraan yang lain. Karena, orang yang membisu ketika mendengar ghibah, maka ia termasuk bergabung dengan pelakunya. Sehingga Ibnu Mubarak mengingatkan: “Pergilah dari orang yang menggunjing, sebagaimana engkau lari dari kejaran singa”.

Setiap orang mempunyai cacat dan aib, kesalahan dan kekeliruan. Oleh lantaran itu, kita jangan merasa mengetahui apa yang tidak diketahui orang lain. Daripada mengurusi malu orang lain, mengapa kita tidak menyibukkan diri dengan malu sendiri? Jagalah hak dan kehormatan saudaramu! Dalam sebuah hadits dinyatakan :

Barangsiapa yang membela daging (kehormatan) saudaranya dari ghibah, maka menjadi hak Allah untuk membebaskannya dari api Neraka.
(HR Ahmad dengan sanad hasan dan dinilai Syaikh al Albani sebagai hadits shahih li ghairihi di dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib, no. 2847).

Barangsiapa yang berkata ihwal seorang mu`min yang tidak ada padanya, (maka) Allah akan menempatkannya pada lumpur hebat Neraka, hingga ia keluar dari apa yang ia ucapkan.
( HR Abu Dawud, dan dinilai shahih oleh Syaikh al Albani di dalam Shahih at Targhib wa at Tarhib, no. 2845).

Barangsiapa berbuat kezhaliman terhadap saudaranya (orang lain), hendaklah ia meminta maaf atas kezhalimannya. Karena (pada hari Kiamat), di sana tidak ada dinar (dan) tidak pula dirham sebagai penebusnya, sebelum diambil kebaikan dari dirinya untuk saudaranya tersebut. Apabila ia tidak mempunyai kebaikan, maka diambillah kejelekan saudaranya tersebut dan dilimpahkan kepadanya
” (HR. Bukhari 6534). Wallahu’alam.
“Semoga Tulisan Ini Bermanfaat Bagi Kita Semua” Aamiin.

.

0 Response to "Bahaya Menggunjing"

Post a Comment